Kisah Patih Gajah Mada Rusak Kemesraan Majapahit dan Sunda, Picu Perang Bubat
EGO Kerajaan Majapahit dan Sunda sebagai dua kerajaan besar di masanya hancur akibat ambisi politik Mahapatih Gajah Mada dalam Perang Bubat. Padahal, sebelum hubungan kedua kerajaan memburuk, Majapahit dan Sunda pernah memiliki hubungan harmonis dan saling terkait.
Konon, Prabu Sanghyang Wisnu dari Kerajaan Sunda memiliki putra mahkota bernama Rakryan Jayadarma yang berkedudukan di Pakuan.
Berdasarkan Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 3, Rakryan Jayadarma menikah dengan Dyah Lembu Tal, putri Mahisa Campaka dari Jawa Timur. Pernikahan ini menjadi simbol hubungan erat antara Sunda dan Majapahit di masa awal.
Hukum Tidur Seharian saat Puasa Ramadan, Benarkah Berpahala?


Dari pernikahan ini lahirlah Nararya Sanggramawijaya, yang kemudian dikenal sebagai Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit. Namun, kematian Jayadarma di usia muda membuat Dyah Lembu Tal kembali ke Jawa Timur bersama anaknya.
Seiring waktu, Raden Wijaya justru mendirikan dan memimpin Majapahit, menjadikannya sebagai pewaris yang sah dari dua kerajaan besar.
Dalam Babad Tanah Jawa, Raden Wijaya atau Jaka Susuruh disebut sebagai keturunan Jayadarma yang seharusnya menjadi Raja Sunda jika Prabu Sanghyang Wisnu mangkat. Namun, takdir membawanya menjadi raja pertama Majapahit.
Sementara Sunda tetap berdiri sendiri sebagai kerajaan yang kuat. Hubungan antara Majapahit dan Sunda semakin rumit ketika di masa pemerintahan Prabu Maharaja Linggabuanawisesa, putrinya Dyah Pitaloka Citraresmi dipinang oleh Hayam Wuruk, Raja Majapahit.
Pernikahan ini seharusnya memperkuat hubungan diplomatik kedua kerajaan. Namun, di tangan Gajah Mada, momen sakral ini berubah menjadi tragedi.
Gajah Mada berambisi menyatukan Nusantara melalui Sumpah Palapa dan menganggap pernikahan ini sebagai bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit. Saat rombongan Sunda tiba di Bubat, ia menuntut agar Dyah Pitaloka diserahkan bukan sebagai calon permaisuri, melainkan sebagai simbol takluknya Sunda kepada Majapahit.
Tuntutan ini memicu kemarahan Prabu Maharaja Linggabuanawisesa dan para petinggi Sunda. Mereka menolak kehormatan kerajaan diinjak-injak. Dalam pertempuran sengit di Bubat, pasukan Sunda yang kalah jumlah bertempur hingga titik darah penghabisan.
Prabu Linggabuanawisesa dan seluruh pengawalnya gugur, sementara Dyah Pitaloka memilih mengakhiri hidupnya demi menjaga kehormatannya. Peristiwa ini menjadi titik balik bagi Gajah Mada.
Meskipun Majapahit tetap berjaya, Perang Bubat justru menjadi pukulan telak bagi kebijakan politiknya. Hayam Wuruk tidak serta-merta menghukum Gajah Mada, tetapi perannya di istana mulai dikesampingkan.
Sumpah Palapa yang dicanangkannya dianggap tidak berhasil total karena Majapahit gagal menaklukkan Sunda sepenuhnya. Tragedi Perang Bubat menjadi noda hitam dalam sejarah hubungan Majapahit dan Sunda.
Hubungan mesra yang pernah terjalin akhirnya hancur oleh ambisi politik, menjadi pelajaran bahwa kekuatan tanpa kebijaksanaan hanya akan melahirkan kehancuran seperti yang terjadi dalam sejarah Kerajaan Majapahit dan Sunda.



Baca Lainnya
Hukum Tidur Seharian saat Puasa Ramadan, Benarkah Berpahala?

Kemenag Buka Pendaftaran Bantuan Masjid dan Musala, Ini Cara Daftar, Besaran dan Syaratnya!

Berita Terkini
Deklarasi Resmi Pasanganan BERANI Sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Bekasi 2024-2029

Organisasi Pemuda Pertama dan Cikal Bakal Gerakan Nasional

Kisah Heroik Jenderal SBY Selamatkan Pimpinan Falintil dalam Operasi Seroja

5 Bangunan Bersejarah di Bekasi, Nomor Buncit Monumen Saksi Pembantaian 90 Tentara Jepang

Dear Warga Bekasi, Ini Syarat Wajib dalam Pendaftaran PPDB Online 2024

Jenderal Soemitro, Tentara Ramalan Boneka Jailangkung Jadi Kesayangan Presiden Soeharto

3 Pekerja Proyek Asal Pekalongan Tewas Tenggelam di Kolam KIIC Karawang

Sejarah Gatot Subroto, Jenderal Pemberani yang Ganti Panggilan Nama Militer Presiden Soeharto Jadi Monyet

Simak! Kendaraan Dilarang Melintas Jalan Braga Bandung Tiap Akhir Pekan

Keren! Pemkab Bekasi Kolaborasikan MTQ dengan Promosi Wisata Industri

Kompresor Meledak di Mampang Jaksel, 7 Orang Tewas Terpanggang

TNI Ubah Istilah KKB Jadi OPM, Ini Perbedaannya

Arus Balik Lebaran 2024, 186.136 Kendaraan Masuk Jakarta

Misteri Bisikan Hyang Sadabu Picu Moksanya Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran Masuk Islam?

Pusaka Kiai Gundil, Baju Perang Sunan Kalijaga yang Bikin Tubuh Kebal

Gudang Amunisi TNI AD di Bogor Meledak, Warga Gunung Putri Dievakuasi

Kesaktian Tongkat Sunan Bonang Ubah Buah Aren Jadi Bongkahan Emas

Ini Besaran Zakat Fitrah 1445 Hijriah di Kabupaten Bekasi

Daftar Lengkap 55 Caleg DPRD Kabupaten Bekasi Terpilih 2024-2029

Cerita Patih Gajah Mada Intervensi Kepemimpinan Raja Majapahit Hayam Wuruk

Kisah Peramal Legendaris dari Kerajaan Kediri yang Dipercaya Jelmaan Dewa

KPU Lampung: 74 Petugas Pemilu 2024 Sakit, 7 Meninggal Dunia

Kisah Sultan Demak Bebaskan Rakyat Tionghoa di Kelenteng Sam Po Kong

Gawat! KPU Galau Soal Pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Bekasi, Digelar November atau September?

Kota Bekasi Luncurkan Aplikasi e-KIR Permudah Uji Kendaraan Berkala, Ini Manfaatnya

Respons Ganjar Soal Ahok Jadi Kuda Putih Jokowi di Kubu 03: Jangan Berasumsi, Dia Teman Saya!

Besok, Gugatan Almas Soal Kasus Wanprestasi Cawapres 02 Gibran Disidangkan di PN Solo

Kisah Romantis Kertawardhana Menang Sayembara Nikahi Ratu Majapahit Tribhuwana Tunggadewi

Letusan Gunung Merapi Bikin Karya Sastra Mataram Kuno Hilang Ditelan Bumi

KPU Petakan TPS Rawan Banjir di Kabupaten Bekasi, Mana Saja?

Jimat Kiai Bajulgiling, Pusaka Sakti Jaka Tingkir dari Kulit Buaya dan Magma Gunung Merapi

Kabupaten Bekasi Bangun USB SDN 05 Sukajaya Cibitung

Hukum Tidur Seharian saat Puasa Ramadan, Benarkah Berpahala?

Berita Terkait
Hukum Tidur Seharian saat Puasa Ramadan, Benarkah Berpahala?

Kemenag Buka Pendaftaran Bantuan Masjid dan Musala, Ini Cara Daftar, Besaran dan Syaratnya!
