Kisah Samaratungga, Raja Mataram Kuno Pelopor Pembangunan Candi Borobudur

waktu baca 3 menit
Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Foto/Istimewa

CANDI  Borobudur merupakan salah satu warisan budaya terbesar di Indonesia yang dibangun pada masa Kerajaan Mataram Kuno, di bawah Dinasti Syailendra. Keberadaan candi ini tidak bisa dilepaskan dari sosok Raja Samaratungga.

Nama Raja Samaratungga mungkin tidak setenar Prabu Siliwangi, Hayam Wuruk, atau Gajah Mada. Namun, peninggalannya dalam bentuk Candi Borobudur telah menjadi simbol kebanggaan hingga saat ini. 

Keberadaan Raja Samaratungga diketahui dari Prasasti Kayumwungan yang dikeluarkan oleh Rakai Patapan Mpu Palar, yang menyebutkan tentang pemerintahan dan pembangunan candi pada masa kepemimpinannya.

Menurut buku 13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa karya Sri Wintala Achmad, pembangunan Candi Borobudur di bawah kepemimpinan Raja Samaratungga memerlukan usaha besar, termasuk meratakan bukit sebagai dasar struktur candi. 

Pembangunan ini menandai kejayaan Dinasti Syailendra dalam seni arsitektur dan keagamaan. Samaratungga dikenal sebagai raja yang memiliki keahlian dalam membangun candi di pegunungan. 

Gelar ini kemungkinan berasal dari kebiasaan Dinasti Syailendra yang membangun tempat suci di ketinggian. Candi Borobudur sendiri terletak di utara Yogyakarta, di atas bukit yang diratakan menjadi serangkaian teras dengan lantai dan dinding penahan yang disusun menggunakan batu.

Sejarawan Vlekke dalam bukunya Nusantara Sejarah Indonesia menyebutkan puncak bukit tersebut sengaja diratakan agar menyerupai atap datar sebuah bangunan besar. Di pusatnya, terdapat sebuah stupa utama berisi patung Buddha.

Bahkan dikelilingi stupa kecil yang masing-masing menyimpan patung Dhyani-Buddha. Dinding terasnya dihiasi dengan pahatan relief yang mengisahkan ajaran Buddha. Samaratungga adalah putra Raja Mataram Samaragriwa, yang memerintah Medang pada tahun 800-812 Masehi. 

Sejarawan Slamet Muljana menguatkan pendapat ini dengan mengacu pada Prasasti Pongar yang dikeluarkan pada tahun 802 M, yang menyebutkan bahwa Kamboja berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Jawa.

Setelah peristiwa tersebut, Samaragriwa membagi kekuasaannya kepada kedua putranya. Samaratungga mendapatkan wilayah Jawa (Medang), sedangkan saudara laki-lakinya, Balaputradewa, mendapatkan kekuasaan di Sumatera.

Sebelum naik tahta, Samaratungga lebih dahulu menjabat sebagai kepala daerah Garung dengan gelar Rakryan i Garung atau Rakai Garung. Setelah menjadi raja, ia menggunakan gelar Sri Maharaja Samaratungga.

Selama masa pemerintahannya, Samaratungga menikahkan putrinya, Pramodawardhani, dengan Mpu Manuku dari Wangsa Sanjaya yang menjabat sebagai penguasa daerah Patapan. Pernikahan ini disebutkan dalam Prasasti Munduan yang dikeluarkan pada tahun 807 M.

Samaratungga juga memulai pembangunan Candi Bhumisambhara, yang juga dikenal dengan nama Candi Jinalaya. Untuk proyek ini, ia mempercayakan arsitek Gunadharma, yang diyakini sebagai perancang utama Candi Borobudur. 

Selain itu, pembangunan candi ini juga melibatkan Kumarabacya dari Gandhadwipa (Bangalore) dan Visvawarman, seorang ahli ajaran Buddha Tantra Vijrayana dari Kashmir, India.

Catatan sejarah mengenai pendirian Candi Borobudur ini juga sejalan dengan Prasasti Kulrak yang dikeluarkan pada tahun 784 M, yang memperkuat keberadaan proyek besar tersebut di bawah kepemimpinan Samaratungga.

Kepemimpinan Raja Samaratungga telah meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah Nusantara, terutama melalui Candi Borobudur. 

Warisan arsitektur megah ini tidak hanya menjadi saksi kejayaan Kerajaan Mataram Kuno tetapi juga menjadi salah satu ikon kebudayaan dan spiritual yang diakui dunia hingga saat ini. 

Keberhasilan Samaratungga dalam membangun Candi Borobudur membuktikan bahwa ia adalah seorang raja yang tidak hanya kuat dalam kepemimpinan tetapi juga memiliki visi jauh ke depan dalam menciptakan warisan budaya yang abadi.

Berita Terkini