Sejarah Masjid Al Barkah Bekasi, Surau Markas Jawara Kemerdekaan Indonesia

waktu baca 3 menit
Masjid Al Barkah di Jalan Veteran, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Foto/IST

KOTA BEKASI, Komunica.id – Tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah, memang selalu menarik untuk dikunjungi. Banyak peristiwa yang mengandung nilai-nilai berharga yang bisa dijadikan pelajaran hidup. 

Terlebih mengingat, bahwa apa yang kita peroleh saat ini, semua tak terlepas dari sejarah di masa lampau. Salah satunya bangunan ikonik di tengah Kota Bekasi dan berada di Alun-alun yang berada di Jalan Veteran, Kecamatan Bekasi Selatan ini.

Menjelang buka puasa, temaram senja melatari empat menara yang menjulang tinggi seakan hendak menyundul langit. Keempat menara setinggi 35 meter itu mengapit sebidang kubah berwarna biru safir yang tampak mencolok di antara warna-warna lain di sekitar alun-alun.

Saat azan maghrib berkumandang merdu dari arah kubah dan menara, suasana semakin syahdu di sekitar Masjid Agung Al-Barkah.

Masjid Agung Al-Barkah merupakan salah satu masjid tertua di Kota Bekasi. Masjid ini bermula dari sebuah surau yang didirikan pada era Hindia-Belanda, tepatnya pada tahun 1890. 

Pembangunan surau ini dipelopori oleh penghulu Lanraad saat itu, Abdul Hamid, dengan memanfaatkan tanah wakaf seluas 3.370 meter persegi yang diberikan oleh seorang warga bernama Bachroem. Sejak awal, surau ini telah dinamakan Al-Barkah.

Berdasarkan catatan sejarah, surau Al-Barkah diduga didirikan tidak lama setelah pemerintah kolonial Hindia-Belanda membangun alun-alun serta gedung-gedung pemerintahan di sekitarnya, termasuk kantor polisi dan pengadilan. 

Keberadaan surau ini semakin dikenal setelah Presiden pertama Indonesia, Soekarno, disebut pernah singgah dan beribadah di dalamnya sebelum menuju Rengasdengklok dalam momen krusial menjelang Proklamasi Kemerdekaan pada 16 Agustus 1945.

Lokasi surau yang strategis, berada di pusat kota Bekasi dan tidak jauh dari jalur utama Pantura, memungkinkan para pejuang kemerdekaan menjadikannya sebagai tempat singgah dan beribadah. 

Masjid Al-Barkah juga menjadi markas bagi para patriot, tempat diskusi politik, serta konsolidasi pergerakan kemerdekaan. Pahlawan nasional asal Bekasi, KH Noer Ali, termasuk salah satu tokoh yang aktif menghidupkan surau ini sebagai tempat berkumpulnya para pejuang.

Pada masa Revolusi (1945-1949), Bekasi menjadi salah satu wilayah yang mengalami pertempuran sengit. Surau Al-Barkah turut menyaksikan getirnya perlawanan rakyat Bekasi melawan tentara asing. 

Salah satu insiden yang paling dikenang adalah jatuhnya pesawat Dakota milik Inggris di Rawa Gatel pada 23 November 1945, yang kemudian memicu serangan balasan dari tentara Sekutu. Akibatnya, pada 13 Desember 1945, Bekasi dilalap api, termasuk alun-alun dan sekitarnya.

Transformasi Menjadi Masjid Megah

Kini, surau yang menyimpan banyak kisah sejarah itu telah bertransformasi menjadi Masjid Agung Al-Barkah yang megah. Tidak ada lagi jejak fisik surau lama, kecuali tanah tempatnya berdiri yang tetap menjadi saksi bisu perjuangan masa lalu. 

Arsitektur masjid telah mengalami perubahan signifikan, dengan atap bergaya Timur Tengah menggantikan atap bersusun khas langgar-langgar Jawa. Bagian dalam kubah dihiasi kaligrafi asmaul husna, sementara ukiran kayu Jepara memperindah interior masjid. 

Halaman masjid yang luas, dilengkapi pohon kurma yang menjulang, semakin memperkuat nuansa Timur Tengah di masjid ini. Masjid Agung Al-Barkah bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol sejarah perjuangan bangsa. 

Dengan segala kisah dan transformasinya, masjid ini tetap menjadi salah satu ikon bersejarah yang patut dijaga dan dilestarikan di Kota Bekasi.

Andrea Queenie
Reporter

Berita Terkini