Mengapa Tragedi Banjir Bekasi 4 Maret 2025 Terparah Setelah 2010?

waktu baca 3 menit
Kota dan Kabupaten Bekasi jadi salah satu wilayah paling parah diterjang banjir. Foto/IST

BEKASI, Komunica.id – Banjir besar merendam wilayah Jabodetabek sejak Senin (3/3) hingga Selasa (4/3). Kota dan Kabupaten Bekasi jadi salah satu wilayah paling parah diterjang banjir. Banjir di Kota Bekasi merendam delapan dari total 12 kecamatan yang ada. 

Banyak fasilitas umum mulai dari jalan-jalan utama hingga kantor pemerintahan tak berfungsi akibat banjir. Air bahkan menerjang pusat perbelanjaan dan rumah sakit umum daerah. Alhasil, pelayanan di Bekasi lumpuh akibat banjir tersebut.

“Hari ini (Selasa) Kota Bekasi lumpuh, sampai di jalan utama, termasuk kantor pemerintahan, itu sudah mulai masuk air, keluar, karena kemudian juga limpasannya sungguh luar biasa,” kata Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, Selasa (4/3/2025).

Sementara di Kabupaten Bekasi, data pada Selasa (4/3) mencatat banjir merendam 13 kecamatan, 24 desa dan kelurahan dengan sekitar 36 titik banjir yang rata-rata ketinggian air mencapai 40 sampai 200 sentimeter.

Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang mengintruksikan semua jajarannya untuk turun membantu korban banjir. “Saya intruksikan ke Pak Wabup sama Pak Sekda untuk turun tangan menangani banjir serta penanganan dilapangan,” kata Ade.

Banjir parah yang merendam Bekasi disebut karena faktor alam dan kerusakan lingkungan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai penyebabnya adalah kombinasi curah hujan tinggi dan alih fungsi lahan di hulu.

Perubahan tata ruang yang tidak memperhatikan lingkungan disebut memperburuk intensitas banjir di Jabodetabek. 

”Memang curah hujan tinggi tapi harusnya bisa diantisipasi. Tapi, perubahan fungsi di hulu sungai yang bermuara di Kali Bekasi itu yang menjadi masalah besar,” ujar Manajer Kampanye Tata ruang dan Infrastruktur WALHI Dwi Sawung kepada CNN sebagaimana dikutip Komunica.id, Rabu (5/3/2024).

Sawung menyatakan banjir tahun ini menjadi yang paling parah sejak dirinya dan keluarga tinggal di Bekasi puluhan tahun lalu. Berkaca dari pengalaman, tutur dia, curah hujan tidak menjadi faktor tunggal yang membuat Bekasi tenggelam pada tahun ini.

Pasalnya, menurut dia, curah hujan tahun ini tak lebih tinggi dari 2020 lalu di mana banjir di Bekasi tidak separah saat ini. 

”Kalau curah hujan tampaknya bukan yang terbesar sepanjang pencatatan seperti tahun 2020. Tampaknya di hulu sungai Bekasi terjadi alih fungsi, longsor dan banjir bandang,” ucap Sawung menjelaskan.

Selain itu ada penyebab teknis yang memperparah keadaan yakni Bendung Bekasi di Jalan M. Hasibuan, Bekasi Selatan, menghadapi situasi kritis akibat debit air yang melebihi kapasitas tampungnya.

Dikabarkan, kapasitas maksimal bendungan peninggalan Belanda ini adalah 1.000 meter kubik per detik, namun saat itu debit air mencapai 1.100 meter kubik per detik.

Kondisi ini memaksa pihak pengelola dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) untuk membuka pintu air guna mengurangi tekanan, yang dapat menyebabkan kenaikan permukaan air di wilayah hilir.

Selain itu, pompa air yang biasanya berfungsi untuk mengendalikan volume air, untuk sementara tidak dioperasikan. Akibatnya, kemampuan sistem pengendalian banjir menurun, meningkatkan risiko banjir di area sekitar.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi melaporkan bahwa TMA Kali Bekasi telah mencapai puncaknya pada pukul 06.30 WIB, dengan ketinggian 875 cm, jauh melebihi batas maksimal 350 cm.

BPBD Kota Bekasi menyatakan banjir yang membuat lumpuh sejumlah wilayah di Bekasi disebabkan oleh hujan intensitas tinggi dan luapan air yang melimpah dari wilayah hulu Kali Bekasi. 

BPBD mencatat banjir Bekasi tersebar di 20 titik dan tujuh wilayah kecamatan terdampak usai diguyur hujan deras sejak Senin (3/3) malam hingga hari ini. Ketinggian air bervariasi mulai 20 sentimeter hingga tiga meter, membuat ribuan warga terpaksa mengungsi.

Okta Rizki Alvino
Reporter

Berita Terkini