Wakaf di Indonesia: Menggali Potensi Emas yang Masih Terpendam
Lembaga survei internasional Charities Aid Foundation (CAF) pada tahun 2017 menobatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan kedua di dunia. Sebuah predikat yang membanggakan, namun tidak mengejutkan. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, semangat memberi telah mengakar kuat dalam budaya dan ajaran agama. Survei Pusat Kajian Strategis Baznas (Puskas BAZNAS) mengonfirmasi hal ini, di mana “ajaran dan perintah agama” menjadi motivasi utama (23,26%) masyarakat dalam berderma, diikuti oleh “solidaritas sosial” (21,95%).
Kedermawanan ini adalah modal sosial yang luar biasa. Salah satu instrumen filantropi Islam yang memiliki potensi paling dahsyat untuk mentransformasi modal sosial ini menjadi kekuatan ekonomi dan kesejahteraan adalah wakaf. Sayangnya, di sinilah sebuah ironi besar terjadi. Potensi emas yang kita miliki ini masih sebagian besar terpendam, belum tergali secara optimal.
Mari kita lihat angkanya. Badan Wakaf Indonesia (BWI) pada tahun 2016 mencatat aset wakaf berupa tanah di Indonesia mencapai lebih dari 4,1 miliar meter persegi yang tersebar di ratusan ribu lokasi. Dari sisi wakaf tunai, potensinya ditaksir bisa mencapai Rp 2,36 triliun hingga Rp 11,82 triliun per tahun. Bayangkan, sebuah kekuatan finansial yang jika dikelola dengan baik, dapat menjadi mesin penggerak perekonomian umat yang luar biasa.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan gambaran yang berbeda. Sekitar 73,8% dari lahan wakaf yang sangat luas itu masih terbatas pemanfaatannya untuk fasilitas ibadah seperti masjid dan musala. Hanya 8,4% yang dimanfaatkan untuk kegiatan sosial-ekonomi produktif (mu’amalah). Aset yang seharusnya bisa menjadi produktif dan menghasilkan keuntungan untuk kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat, sebagian besar masih “tertidur” dalam bentuk aset konsumtif. Terjadi sebuah jurang yang menganga antara potensi dan realisasi.
Mengapa Jurang Ini Terjadi?
Akar masalahnya cukup kompleks, namun dapat diringkas menjadi beberapa tantangan utama. Pertama, pemahaman masyarakat yang masih sempit. Wakaf sering kali dipersepsikan sebatas amal jariyah untuk pembangunan masjid, makam, atau madrasah. Padahal, esensi wakaf adalah menahan pokok aset dan menyalurkan manfaat atau hasilnya secara berkelanjutan. Konsep wakaf produktif, seperti wakaf untuk membangun rumah sakit, pusat bisnis, atau pertanian modern, belum menjadi pengetahuan umum.
Kedua, kelemahan institusi pengelola wakaf (nazhir). Banyak lembaga wakaf masih dikelola secara tradisional, tanpa standar manajemen yang profesional, akuntabel, dan transparan. Aspek legalitas, organisasi, dan manajerial seringkali belum menjadi prioritas. Akibatnya, kepercayaan publik untuk menyalurkan wakaf produktif pun menjadi rendah. Lembaga wakaf lebih dilihat sebagai entitas keagamaan, bukan sebagai lembaga keuangan sosial yang strategis.
Jalan Menuju Profesionalisme: Kuncinya pada Pengukuran Kinerja
Untuk menjembatani jurang ini, kita tidak bisa lagi mengandalkan cara-cara lama. Lembaga wakaf harus bertransformasi dari pengelola aset tradisional menjadi manajer investasi sosial yang profesional. Kunci dari transformasi ini adalah penerapan.sistem pengukuran kinerja yang komprehensif.
Sama seperti sebuah perusahaan yang rutin mengukur performa keuangannya, lembaga wakaf pun harus memiliki tolok ukur yang jelas untuk mengevaluasi efektivitasnya. Namun, pengukurannya tidak bisa semata-mata finansial. Sebuah kerangka kerja yang ideal harus mencakup setidaknya empat dimensi utama:
- Efisiensi: Seberapa baik aset wakaf dikelola? Apakah menghasilkan imbal hasil yang optimal dan berkelanjutan?
- Efektivitas Sosial: Apa dampak nyata dari program-program yang dijalankan? Seberapa banyak penerima manfaat yang terangkat taraf hidupnya? Apakah program tersebut benar-benar menjawab masalah sosial di masyarakat?
- Kesesuaian dengan Maqasid Syariah: Apakah seluruh pengelolaan dan program yang ada sejalan dengan tujuan-tujuan luhur syariat Islam, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta?
- Keberlanjutan dan Pertumbuhan (Sustainability and Growth): Apakah aset wakaf ini terus tumbuh nilainya? Apakah lembaga memiliki strategi jangka panjang untuk memastikan manfaatnya terus mengalir bagi generasi mendatang?
Dengan mengadopsi kerangka kerja seperti ini, lembaga wakaf tidak hanya melaporkan berapa banyak dana yang terkumpul, tetapi juga sejauh mana dana tersebut berhasil menciptakan perubahan. Ini akan membangun akuntabilitas, meningkatkan kepercayaan publik, dan pada akhirnya menarik lebih banyak partisipasi wakaf produktif.
Wakaf bukanlah sekadar ritual ibadah vertikal kepada Tuhan, ia adalah instrumen strategis untuk membangun peradaban dan menyejahterakan masyarakat secara horizontal. Tugas kita bersama—pemerintah sebagai regulator, para nazhir sebagai eksekutor, dan masyarakat sebagai wakif (pemberi wakaf)—adalah untuk “membangunkan raksasa yang tertidur” ini. Saatnya mengubah potensi emas wakaf menjadi manfaat nyata bagi kemajuan bangsa.
Penulis: Nabela Hapsari
Baca Lainnya
Berita Terkini
Deklarasi Resmi Pasanganan BERANI Sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Bekasi 2024-2029

Organisasi Pemuda Pertama dan Cikal Bakal Gerakan Nasional

Kisah Heroik Jenderal SBY Selamatkan Pimpinan Falintil dalam Operasi Seroja

5 Bangunan Bersejarah di Bekasi, Nomor Buncit Monumen Saksi Pembantaian 90 Tentara Jepang

Dear Warga Bekasi, Ini Syarat Wajib dalam Pendaftaran PPDB Online 2024

Jenderal Soemitro, Tentara Ramalan Boneka Jailangkung Jadi Kesayangan Presiden Soeharto

3 Pekerja Proyek Asal Pekalongan Tewas Tenggelam di Kolam KIIC Karawang

Sejarah Gatot Subroto, Jenderal Pemberani yang Ganti Panggilan Nama Militer Presiden Soeharto Jadi Monyet

Simak! Kendaraan Dilarang Melintas Jalan Braga Bandung Tiap Akhir Pekan

Keren! Pemkab Bekasi Kolaborasikan MTQ dengan Promosi Wisata Industri

Kompresor Meledak di Mampang Jaksel, 7 Orang Tewas Terpanggang

TNI Ubah Istilah KKB Jadi OPM, Ini Perbedaannya

Arus Balik Lebaran 2024, 186.136 Kendaraan Masuk Jakarta

Misteri Bisikan Hyang Sadabu Picu Moksanya Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran Masuk Islam?

Pusaka Kiai Gundil, Baju Perang Sunan Kalijaga yang Bikin Tubuh Kebal

Gudang Amunisi TNI AD di Bogor Meledak, Warga Gunung Putri Dievakuasi

Kesaktian Tongkat Sunan Bonang Ubah Buah Aren Jadi Bongkahan Emas

Ini Besaran Zakat Fitrah 1445 Hijriah di Kabupaten Bekasi

Daftar Lengkap 55 Caleg DPRD Kabupaten Bekasi Terpilih 2024-2029

Cerita Patih Gajah Mada Intervensi Kepemimpinan Raja Majapahit Hayam Wuruk

Kisah Peramal Legendaris dari Kerajaan Kediri yang Dipercaya Jelmaan Dewa

KPU Lampung: 74 Petugas Pemilu 2024 Sakit, 7 Meninggal Dunia

Kisah Sultan Demak Bebaskan Rakyat Tionghoa di Kelenteng Sam Po Kong

Gawat! KPU Galau Soal Pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Bekasi, Digelar November atau September?

Kota Bekasi Luncurkan Aplikasi e-KIR Permudah Uji Kendaraan Berkala, Ini Manfaatnya

Respons Ganjar Soal Ahok Jadi Kuda Putih Jokowi di Kubu 03: Jangan Berasumsi, Dia Teman Saya!

Besok, Gugatan Almas Soal Kasus Wanprestasi Cawapres 02 Gibran Disidangkan di PN Solo

Kisah Romantis Kertawardhana Menang Sayembara Nikahi Ratu Majapahit Tribhuwana Tunggadewi

Letusan Gunung Merapi Bikin Karya Sastra Mataram Kuno Hilang Ditelan Bumi

KPU Petakan TPS Rawan Banjir di Kabupaten Bekasi, Mana Saja?

Jimat Kiai Bajulgiling, Pusaka Sakti Jaka Tingkir dari Kulit Buaya dan Magma Gunung Merapi
